NASIB GURU HONOR

 GURU HONOR ANTARA HARAPAN DAN KEPASTIAN

Negara mengamanatkan dalam  UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 40 ayat 1 menyebutkan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. Berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 14 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan. Amanat dua undang-undang tersebut tidaklah berlebihan, karena gurulah yang mendidik dan mengajar generasi muda, guru pula yang mempersiapkan penerus kepemimpinan bangsa. Betapa penting dan strategisnya peran guru bagi suatu negara.

Namun, sungguh miris nasib guru di negeri ini, terutama para guru honorer, Ribuan guru baik yang Honor Komite, atau Guru THL daerah, mereka Berkarir menjadi guru honorer membutuhkan kesiapan mental dan kesabaran.  Kita tahu berapalah pendapatan mereka, sedikit beruntung bagi guru THL Daerah ada sekitar Rp. 1.500.000 – Rp. 1.800.000, Kalau guru Komite jangan di Tanya mungkin untuk bensin motor mereka  honor yang di dapat  mungkin kurang.

BEBAN KERJA SEMAKIN BANYAK.
Program merdeka belajar, dan Pola pengembangan pendidikan berkelanjutan (Continuing education) yang di canangkan oleh pemerintah sangat bagus untuk pengembangan diri seorang guru, akan tetapi tanpa kita sadari konsep dan penerapan pola itu sedikit membebani  guru terutama guru honor. Beban adminstratif dan penyediaan media mesti di siapkan oleh guru, Sekiranya seorang guru membeli media yang dia buat, dan biaya print out lembar kerja serta administrasi kelengkapan guru, jika di hitung hitung untuk guru honor komite, Honor yang mereka dapati habis di situ semuanya.

REALITAS GURU HONORER KITA

Banyak dari kisah-kisah guru honorer yang penting untuk diketahui oleh publik, di antaranya cerita guru kita Inisial “EG” yang mengajar jauh dari perkotaan, karena untuk mendapatkan porsi guru honor  hanya ada di kecamatan yang jauh dari ibu kota Kabupaten Kampar. Diamengajar di  Kecamatan Tapung Hulu sedangkan alamatnya di Kota Bangkinang.  Kita tak usah bertanya berapa uang transportasi yang mesti di keluarkan, jika dia bermalam di lokasi mesti tinggalkan keluarga yang ada di Bangkinang.

Realitas ini berbanding lurus dengan dengan kualitas Akreditasi Sekolah dan Madrasah kita tahun ini, banyak sekolah dan Madrasah yang mendapat Prediket “C” dan Tidak Terakreditasi ( TT ),  Hal ini juga selaras dengan  pendidikan di Indonesia pada umunya, Indonsia masih di urutan yang memprihatinkan. Hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2019, Indonesia hanya di peringkat 69 dari 76 negara.  Demikian pula dari laporan UNESCO tahun 2019, The Education for Development Index (EDI) Indonesia berada pada peringkat 107 dari 150 negara, Bagaimana kita berharap akan tingginya kualitas pendidikan, jika para guru khususnya guru honorer masih harus pontang-panting mencari pekerjaan tambahan untuk mempertahankan hidupnya.
Moment Hari Guru ke 76 semoga semua elemen bisa bahu membahu dalam memajukan pendidikan, karena semua kita juga bertanggung jawab dan berkewajiban, mulai dari Pemerintah, Dunia Usaha dan Masyarakat.
Penulis Fakhrul Kamal

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tujuan, Manfaat, dan Sasaran Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)

Profil Syekh Haji Abdul Ghani el Kholidi

Fakhrul Kamal, Prakarsai Musyawarah Pengurus MK2DT Wilayah I & II Kecamatan Tapung