Kemana Perginya Profesor yang membuat RPP dan UN ???
Dengan di terapkan nya Kebijakan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bapak Nadiem Makariem bahwa RPP di
sederhanakan dan UN di Hapus mulai tahun 2020, tentu bagi kita praktisi
pendidikan yang setiap hari bersama guru untuk menyusun RPP berdasarkan
Permendikbud Nomor 22
Tahun 2016. Guru kita tuntut untuk membuat
silabus, dan mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya
pencapaian Kompetensi Dasar (KD).
RPP disusun juga
berdasarkan KD atau subtema yang dilaksanakan kali pertemuan atau lebih. Selain
silabus, penyusunan RPP juga wajib memperhatikan Program Tahunan (Prota) dan
Program Semester (Prosem/Promes) dengan tujuan RPP akan lebih terukur terutama
pada pemetaan KD dalam satu semester.
Tidak sedikit dana
yang di habiskan untuk penelitian, mensosialisasikan, dan mungkin tak terhitung
lagi berapa berapa kali rapat dan konsolidasi yang di laksanakan oleh pejabat
dan Ahli ahli untuk menetapkan kerja se abrek yang wajib di laksanakan oleh
guru. Sehingga apabila hal itu tak di laksanakan Sertifikasi guru tak kunjung
cair di Dinas dan Instansi di mana guru itu bernaung.
Terkait dengan
penyederhanaan RPP dari 13 menjadi 3 komponen yang di terapkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan ada banyak pertanyaan yang bergelayut di fikiran
kita, kenapa tidak, Apakah Bapak Nadiem Ahli Pendidikan? Apakah Bapak Nadiem
Faham dengan Proses Pembelajaran ? Sehingga dia begitu enteng merobah apapun
yang dia mau, tanpa adanya kajian yang di mintakan masukan dari ahli ahli yang
dulu nya bersemangat memaksa guru untuk membuat Administrasi yang sejibun
setiap hari. Kemana mereka saat ini, mereka seperti hilang di telan bumi, tak
satupun suara mereka kita dengar, di saat buah fikiran mereka dulu di obrak
abrik oleh Bapak Nadiem Makarim.
Apakah mereka takut, May be Yes, atau ewuh
pakewuh,,? Oh no kalau ini yang terjadi apa yang mesti kita harapkan dari ahli
ahli strategi pendidikan yang gelarnya tak cukup lagi di tulis untuk satu
Paragraf. Bagi kita yang selalu menjadi ujung tombak kebijakan tentu akan Sami’na
wa Atho’na apapun kebijakan yang di putuskan oleh yang punya regulasi di negeri
ini. Tetapi bagi kita sangat di sayangkan mereka yang dulu meraup keuntungan
besar dengan kebijakan RPP seabrek ini, saat ini kemana kemampuan olah fikir
dan kemampuan analisanya.
Sangat beda dengan kebijakan UN yang di
terapkan tahun depan, sangat ada suara suara yang mempertanyakan kebijakan itu,
yang pertama kali bereaksi adalah Bapak Jusuf Kalla, dengan Jelas Yusuf Kalla
menyampaikan bahwa UN masih relevan, untuk mengukur kualitas pendidikan.
Selain Pak Jusuf Kalla Puan Maharani juga
mempertanyakan kebijakan UN yang di terapkan oleh Bapak Nadiem Makariem, dan
Puan Maharani meminta penjelasan dari Menteri terkait kebijakannya. Sejalan
dengan itu Buya Syafii Maarif mantan ketua PP Muhammadiyah dengan lantang
menyampaikan kepada Bapak Nadiem Makarim, Jangan serampangan menghapus UN,
karena UN beda dengan Gojek tegas buya Syafii Maarif.
Yang patut kita pertanyakan adakah dari
ketiga tokoh itu orang pendidikan? Pak JK dan Puan Maharani adalah orang Politik
Tulen, bolehlah kita katakana Buya Syafii Maarif orang Akademisi tetapi beliau
bukanlah tokoh pendidikan yang dulu di minta pendapatnya tentang hadirnya UN
yang sangat menyulitkan kemandirian Sekolah dan Madrasah dalam menetapkan
Kelulusan anak.
Bagi saya Selamat untuk Bapak Nadiem Makariem
yang telah berani menghapus tradisi baik itu tradisi Administrasi guru yang
ribet sehingga guru lebih mementingkan buat RPP dari pada mendampingi anak di
kelas. Juga saya sangat mendukung penghapusan UN. Bapak JK, Buya Syafii Maarif
dan Puan Maharani jadi orang besar juga bukan lahir dari UJIAN UN.
Komentar
Posting Komentar